In Anthony Capella's delicious debut novel, Laura, a twentysomething American, is on her first trip to Italy. She's completely enamored of the art, beauty, and, of course, food that Rome has to offer. Soon she's enamored of the handsome and charming Tommaso, who tells her he's a chef at the famed Templi restaurant and begins to woo her with his gastronomic creations. But T In Anthony Capella's delicious debut novel, Laura, a twentysomething American, is on her first trip to Italy. She's completely enamored of the art, beauty, and, of course, food that Rome has to offer. Soon she's enamored of the handsome and charming Tommaso, who tells her he's a chef at the famed Templi restaurant and begins to woo her with his gastronomic creations.
Rary, the now spectacular, the hip and the novel, at the cost of ignoring the very historical dimensions. Downloaded from Brill.com 02:04:25PM via Google. And yet differences between the rise of the apolitical remaja described. Level of rhythmic corporeal sensuality she is capable of seducing and con.
But Tommaso hasen't been entirely truthful—he's really just a waiter. The master chef behind the tantalizing meals is Tommaso's talented but shy friend Bruno, who loves Laura from afar. Thus begins a classic comedy of errors full of the culinary magic and the sensual stmosphere of Italy. The result is a romantic comedy in the tradition of Cyrano de Bergerac and Roxanne that tempts readers to devour it in one sitting. Evoking the sights, smells and flavors of Italy in sensuous prose, this lively book also features recipes for readers to create (or just dream about) Bruno's food of amore. Why is Italian food so incredibly erotic?
Oh, come on, of course it is! Just think of, to take the first example that pops into my head, the Bella Notte scene from Lady and the Tramp: Or how about the Ninja Turtles?
Would they be the sex gods they are if they didn't have Italian names and eat pizza? And if you still aren't convinced, there's that famous quote from Sophia Loren, which is now even available on a T-shirt. Try replacing 'spaghetti' with, say, 'hamburger'. Doesn't work, does it? Anthony Why is Italian food so incredibly erotic? Oh, come on, of course it is! Just think of, to take the first example that pops into my head, the Bella Notte scene from Lady and the Tramp: Or how about the Ninja Turtles?
Would they be the sex gods they are if they didn't have Italian names and eat pizza? And if you still aren't convinced, there's that famous quote from Sophia Loren, which is now even available on a T-shirt. Try replacing 'spaghetti' with, say, 'hamburger'.
Doesn't work, does it? Anthony Capella's brilliant idea in this novel is to retell the Cyrano story with Italian food replacing poetry. The Roxanne figure is a cute American twenty-something on vacation in Italy (sort of a Vicky No-Cristina Roma deal). Cyrano is a gifted but rather large-nosed Italian chef, and Christian is a hunky waiter at his restaurant. So Christian meets Roxanne when she's out shopping for pasta, is immediately smitten, and somehow convinces her that he's a master chef himself. He invites her home for 'a real Italian dinner', but then has the problem of creating it, given that he can't cook to save his life.
He talks his colleague into helping him out, and tells Roxanne that he's the waiter. After which things proceed roughly as in the original, though Capella has made quite a few changes in the plot. The real charm of the book, though, is in the food and the sex. Every meal is described in loving detail, as is the glorious Italian-food-themed sex it inspires.
You don't believe that sex can be Italian-food-themed? Read the book and then tell me if you still think that. Honestly, if this doesn't have you scurrying either to your kitchen or your bedroom, or preferably both, there's something wrong with you. And if you can't immediately come up with any Italian recipes, check out.
Buon Appetito! I liked the Wedding Officer a lot.
This was no where near as good as the Wedding Officer. It had potential, and then it got all weird. The characters were pretty shallow, his female protagonist made me roll my eyes a lot, and the sex scenes were actually kind of gross (pretending the woman is a pig on a spit roasting in olive oil and rosemary?) Plus, the author lost track of characters and plots that he introduced and resolved them in an unsatisfactorily way. I did like Bruno a lot, but even he I liked the Wedding Officer a lot. This was no where near as good as the Wedding Officer.
It had potential, and then it got all weird. The characters were pretty shallow, his female protagonist made me roll my eyes a lot, and the sex scenes were actually kind of gross (pretending the woman is a pig on a spit roasting in olive oil and rosemary?) Plus, the author lost track of characters and plots that he introduced and resolved them in an unsatisfactorily way. I did like Bruno a lot, but even he became kind of whiny. It was a good vacation read, but I was disappointed.
4 stars Sejarah gw dapat buku ini.lumayan berbelit. Awalnya gw suka banget baca buku The Wedding Officer karya Anthony Capella dan dibuat ngences parah sama makanan Italia (yang di buku itu, khusus hanya membahas kuliner Napoli). Gw pun hunting buku Capella kemana - mana dan agak susah karena buku Capella yang pertama kali diterjemahin, Food of Love itu terbitnya 2008! Gw aja dapat buku Wedding Officer dari Mba Threez, hasil weeding programnya (terus sekarang buku itu kena aer, dan rusak!:( ). 4 stars Sejarah gw dapat buku ini.lumayan berbelit.
Awalnya gw suka banget baca buku The Wedding Officer karya Anthony Capella dan dibuat ngences parah sama makanan Italia (yang di buku itu, khusus hanya membahas kuliner Napoli). Gw pun hunting buku Capella kemana - mana dan agak susah karena buku Capella yang pertama kali diterjemahin, Food of Love itu terbitnya 2008! Gw aja dapat buku Wedding Officer dari Mba Threez, hasil weeding programnya (terus sekarang buku itu kena aer, dan rusak!:( ). Gw beruntung dapat The Various Flavor of Coffee dari hasil lelang BBI dan Empress of Ice Cream dari Dojo. Nah, masalahnya, Food of Love ini gimana? Terkisahlah (bahasa gw apaan sih:P), adanya sebuat diskusi di WA group Spank Club, grup hore - hore yang dulu digagas gara - gara kejadian madam Singapoh (aka penulis buku biru yang drama abeeees).
Ternyata, si leader Spank Club, Aki Hippo, aka Pole Dancing Expert aka Chuck Norris Enthusiast punya bukunya. Gw ya.dengan malu - malu minta pinjam. Eh malah mau dikasih sama Aki! Tapi cara mintanya ga banget dan memalukan!!!
Itu engga perlu diceritain, tapi buku ini didapat dengan mempertaruhkan harga diri di WA X)). Baiklah, apa bukunya sebanding dengan pertaruhan harga diri gw? Iya dong:D Sinopsisnya emang simple, dan ceritanya sebenarnya jauh lebih simpel jika dibandingkan Wedding Officer yang selain tentang kuliner juga tentang WW II di Italia. Ini novel debut Capella, tapi dari sini aja gw udah tahu, he knows what he wrote!
Ga mungkin engga ngencesss baca buku ini. Apalagi pas masih puasa, beneran ngiler.
Capella begitu lihai menuliskan berbagai macam kuliner Italia, dalam hal ini masakan kota Roma. Tapi tidak hanya masakannya saja, ambience Italia juga ditangkap dengan sangat oke oleh Capella.
Baca ini, gw jadi ingat sama teman kantor gw yang lagi S2 di Italia. Doski Muslim sih, dan pasti berat ya menghindari godaan makanan disana (kalau godaan cewe, gw yakin doski bisa tahan:D). Seandainya wine atau babi itu ga haram, gw asli pengen nyicip.
Apa daya cuma bisa bayangin:P. Lucunya, masakan Italia somehow sama kayak Indonesia! Mereka juga masak jeroan, buntut sapi, apapun yang aneh - aneh, yang orang (dalam hal ini American) bakalan jijik makannya. Ada bagian dimana Capella mendeskripsikan makanan yang terbuat dari burung hidup, make me feel.grossss when read it!!!
Eniwei, The Food of Love ini.erotis. Siapa bilang novel erotis harus eksplisit banget penggambaran sexnya?
Mungkin di edisi terjemahan, konten erotisnya sudah di-tone down, tapi tetep kerasa erotismenya. Ada dua adegan yang menurut gw paling erotis di buku ini. Pertama, saat Laura makan tarfuto alias gelato yang dibikin Bruno. Oke gelato biasa mungkin ga akan seerotis ini. The problem is, tarfuto bikinan Bruno mengandung beberapa bahan kayak kakao dan cabe yang dipercaya adalah afrosidiak alami. Bisa bayangin dong gimana reaksinya:D.
Yang kedua, saat Bruno pergi ke Le Marche buat nyembuhin patah hatinya. Adegan dia sama Benedetta, cewe yang ditemu di Le Marche, saat berburu truffle, bikin gw jedag jedug ga karuan. Dibandingkan dengan Wedding Officer, konten erotisnya emang luar biasa XD.
Tapi.juga bikin jengkel, karena gw pembaca romance sejati, baca adegan Laura sama Tomasso itu bikin keki:(. Di buku ini.gw kasian sama Bruno.
Ini cowo beneran baeeeek. Bagi Bruno, masakannya itu segalanya. Tapi saat ketemu Laura, dia beneran falling in love so hard!
Dan gw kesel sama Tomasso. Karena bisa - bisanya boong ngaku Chef ke Laura, padahal doski cuma pelayan. Kasian Bruno yang kerja keras buat nyatain perasaan ke Laura lewat masakannya, tapi hati Laura cuma terpaku sama Tomasso. Apa engga happy end? Tenang, semua bahagia kok di akhir.
Cuma gw kurangin bintangnya, karena menurut gw adegan Laura sama Bruno kurang banyak:D. Apa yang mau disampaikan buku ini selain masakan Romanya yang dideskripsikan dengan sangat kaya dan menjamin kamu ngences, plus suasana Italia yang sangat otentik? Pertama, dalam suatu hubungan itu, jangan boong! Tomasso bohong ke Laura kalau dia seorang chef. Bruno bohong kalau dia cuma tukang cuci padahal semua masakan Tomasso adalah masakannya.
Akhirnya semuanya jadi kacau. Kedua, memang benar untuk cinta, action sometimes talk louder than words.
Tapi, percuma juga jika tidak diungkapkan. Bruno berpikir dengan masakannya, Laura akan mengerti perasaannya. Pada akhirnya, masakannya ya cuma masakan saja.
Bruno harus berusaha untuk pede supaya perasaannya pada Laura bersambut. Gw suka sama karakterisasi di Food of Love. Gw suka Bruno, si underdog and I have a weakness for underdog character. Walau jengkel sama Tomasso, gw ga bisa untuk ga simpati sama Tomasso, karena doski sebenernya teman yang baik buat Bruno. Sayangnya, Laura malah terkesan biasa aja. Mungkin karena gw bandinginnya sama Livia Pertini di Wedding Officer, Laura terkesan flat. Bagi gw, Laura mau jadi American, British, Spaniard, ya sama saja.
Nothing special, tho. Di sisi lain, gw suka sama Benedetta. Dia ngingetin gw sama Livia, dan mungkin memang karakteristik cewe Italia seperti itu. Berapi - api.
Orang - orang lain di Templi, tempat Tomasso dan Bruno kerja juga cukup menarik. Duh, yang jelas novel - novel Capella itu recommended! (padahal gw baca juga baru dua:D). Eniwei, buku ini udah lama dan agak susah nyarinya, jadi kalau kamu nemu satu, wow beruntung deh! Oh ya, mungkin bagi kamu yang engga biasa baca kisah dengan tone erotis, mungkin akan agak gimana gitu.
Tapi kalau biasa baca Eka Kurniawan, kali bisa baca ini (ih, gw bandinginnya kok aneh, secara ga pernah baca buku Eka, hehehe). Yang pasti, mesti baca! Dan siapa tahu abis baca buku ini jadi pengen ke resto Italia terdekat:D. An enchanting re-telling of the Cyrano de Bergerac story, set in modern-day Rome.
Laura is an American art student come to the Eternal City for her studies - but she falls in love with Rome, and even more with the handsome chef Tommaso who woos her with one gourmet meal after another. Laura doesn't know that Tommaso is a waiter, and the food is being cooked by his shy and chubby friend Bruno who is eating his own heart out for Laura. Hilarity and much great cooking ensues.
Bruno and his near-mag An enchanting re-telling of the Cyrano de Bergerac story, set in modern-day Rome. Laura is an American art student come to the Eternal City for her studies - but she falls in love with Rome, and even more with the handsome chef Tommaso who woos her with one gourmet meal after another. Laura doesn't know that Tommaso is a waiter, and the food is being cooked by his shy and chubby friend Bruno who is eating his own heart out for Laura.
Hilarity and much great cooking ensues. Bruno and his near-magical skills in the kitchen are endearing, and a host of funny minor characters are scattered throughout like fine spices: an Italian girl who gets through sex by thinking about shoes, a barista with a literally lethal espresso machine, a pretentious art professor on a low-carb diet (in Italy!) Rome comes to life in these pages - the energy, the enthusiasm, the art and the violence. One warning: do not read this book while hungry; Bruno's lusciously-described Italian dishes will have you salivating onto the pages. This review has been hidden because it contains spoilers. To view it, So.I was going to give this one 2 stars ('okay') largely because I bothered to finish it. But then the last 30-45 minutes happened.
I mostly didn't like the reader, as he was a little too.deliberate.in his pronunciation and pacing. Definitely too many pauses breaking up sentences. Interesting writing device, using primarily present tense for Laura and past tense for the others. Way, way, way too much detail about cooking-although this probably wouldn't have been so bad in print form, I still So.I was going to give this one 2 stars ('okay') largely because I bothered to finish it.
But then the last 30-45 minutes happened. I mostly didn't like the reader, as he was a little too.deliberate.in his pronunciation and pacing. Definitely too many pauses breaking up sentences. Interesting writing device, using primarily present tense for Laura and past tense for the others. Way, way, way too much detail about cooking-although this probably wouldn't have been so bad in print form, I still would've been skimming in annoyance. I'll admit, though, that a proper foodie (I just love to eat, don't really care about the cooking process) might be thrilled. I found the detail tedious, distracting, and often pompous/snotty.
Besides the technical/execution problems, I'm not really even sure about the plot. Good job, Laura, for being a little freaky in bed.
That's nice to see in a relatively mainstream story. But I don't know that I buy the chemistry and characters, and I wanted to kill Tomasso at several points, and perhaps Bruno as well. Those awful, awful emails at the end, filled with stupid recipes and horrid 'dialogue' (is that the right word even?) and idiotic characters acting fools (FedEx? Job applications?).I wish I could take that time back, but I just kept hoping it would end soon/differently/something.
Well, hopefully you don't know. Spare yourself, and if you must give this one a try, at least do it in print form so you can skim as needed. Full 2 stars. And I'm being generous.
At the very least, it was entertaining and easy/light reading. I wasn't overly fond of the relationship depictions and found myself beyond annoyed and frustrated with literally every character. I also felt that the emphasis placed on the food and cooking and preperation and whatnot might have been meant as a metaphor for relationships and sex but ended up being more of a filler and distracted from the fact that the story wasn't all that imaginative or original Full 2 stars. And I'm being generous. At the very least, it was entertaining and easy/light reading. I wasn't overly fond of the relationship depictions and found myself beyond annoyed and frustrated with literally every character.
I also felt that the emphasis placed on the food and cooking and preperation and whatnot might have been meant as a metaphor for relationships and sex but ended up being more of a filler and distracted from the fact that the story wasn't all that imaginative or original. Novel ini sederhana tentang cinta segitiga, yang membuatnya menarik adalah novel ini memadukan cinta dengan makanan Italia. Ya, kisah cinta antara Laura-Tommaso-Bruno yang terikat satu sama lain karena kegilaan Tommaso, seorang playboy yang ingin mendapatkan hati Laura, seorang mahasiswi Amerika yang sedang belajar seni di Italia. Tommaso yang hanya seorang pelayan, akhirnya mengaku sebagai “chef” hanya untuk memikat hati Laura, wanita yang sedang diincarnya.
Disatu sisi, ada Bruno, sahabat Tomma Novel ini sederhana tentang cinta segitiga, yang membuatnya menarik adalah novel ini memadukan cinta dengan makanan Italia. Ya, kisah cinta antara Laura-Tommaso-Bruno yang terikat satu sama lain karena kegilaan Tommaso, seorang playboy yang ingin mendapatkan hati Laura, seorang mahasiswi Amerika yang sedang belajar seni di Italia. Tommaso yang hanya seorang pelayan, akhirnya mengaku sebagai “chef” hanya untuk memikat hati Laura, wanita yang sedang diincarnya. Disatu sisi, ada Bruno, sahabat Tommaso yang benar-benar sebagai seorang chef.
Bruno pun diajak Tommaso untuk membantunya meyakinkan Laura akan kesungguhan hati Tommaso. Tommaso yang tidak bisa memasak, akhirnya meminta bantuan Bruno untuk memasak makanan yang nantinya akan diakui oleh Tommaso sebagai hasil masakannya. Tapi begitu kagetnya Bruno ketika mengetahui bahwa Laura yang sering dibicarakan oleh Tommaso adalah kebetulan wanita yang dicintainya sejak pertama kali bertemu.
Bruno terlalu minder dan tidak percaya diri sehingga tidak pernah berani untuk mengajak berkenalan Laura, hal yang begitu berbeda dengan Tommaso. Akhirnya Bruno membantu Tommaso dan seperti yang bisa diduga, Laura pun jatuh ke pelukan Tommaso. Bruno mulai berimajinasi layaknya Bruno yang sedang menghidangkan makanan untuk Laura, dan melalui makanannya itu dia menunjukkan “cintanya”. 'Kalau ingin seseorang jatuh cinta padamu, kau harus memasakkan untuknya sesuatu yang memperlihatkan bahwa kau mengenal jiwanya.'
Hubungan mereka pun menjadi begitu rumit, hingga suatu hari semua rahasia itu terbongkar. Bagaimana akhir kisah Laura-Tommaso-Bruno? Membaca novel ini membuat nagih, penulis mampu meramu kisah cinta segitiga ini dengan baik.
Tidak terasa aku larut dengan kisah mereka. Aku dibuat benci setengah mati dengan Tommaso dan gregetan dengan Bruno yang terlalu tidak percaya diri hingga banyak melepaskan momen-momen penting. Penyuka novel romance, sayang untuk melewatkan novel ini. Novel ini akan memanjakanmu juga dengan pengetahuan mengenai dunia kuliner Italia, jadi tahu segala jenis bumbu, cara masak dan bahkan hal-hal baru lainnya. Yang jelas membuatku kelaparan dan ingin segera makan. Novel ini hanya untuk pembaca dewasa 21 karena memuat konten-konten dewasa disepanjang cerita.
This book is set in Italy and is a fictional story of food and romance. I didn't like it that much; I could feel myself getting judgmental as American girl goes to Italy to study and ends up spending all her time having sex and eating. Essentially the story runs like this; Tommaso sees an American girl he thinks is cute. Laura, said cute girl, wants to go out with a chef on the recommendation of one of her friends.
Tommaso lies, yes I am a chef, here is a baby hare, you cook it so and so, here is This book is set in Italy and is a fictional story of food and romance. I didn't like it that much; I could feel myself getting judgmental as American girl goes to Italy to study and ends up spending all her time having sex and eating. Essentially the story runs like this; Tommaso sees an American girl he thinks is cute.
Laura, said cute girl, wants to go out with a chef on the recommendation of one of her friends. Tommaso lies, yes I am a chef, here is a baby hare, you cook it so and so, here is my number, call me if you have trouble. Course she calls and then Tommaso, who is actually a waiter, gets his friend Bruno, who is a chef, to do all the cooking of seduction and Tommaso pretends he has done the cooking. Bruno is in love with Laura and cooks to let her know how he feels about her even if she thinks it is Tommaso who is cooking these amazing meals for her and Tommaso who sleeps with her.
Pffft, my eyes are rolling and I'm muttering to myself. Now, Benedetta and Bruno, that was an idea I could get behind. Tommaso and his restaurant, actually, I liked the way that worked out. Whatever, on Bruno and Laura. The recipes in the emails in the back of the book are interesting. I want to try some of them, modified of course, we are American.
So, can I get steak with catsup? Italy, art history, the Renaissance and food. What more could I want in a book? Oh, throw in a Cyrano de Bergerac romantic twist, the markets and tiny shops, drives along the coast, recipes and I found a book to stay up all night for. Literally, all night and it was a good thing or I would have had to jump in the car and race to the store and shop and then come home and make dinner all over again.
I could taste and smell this book as I read! It makes me want to try foods I have never eaten befor Italy, art history, the Renaissance and food. What more could I want in a book? Oh, throw in a Cyrano de Bergerac romantic twist, the markets and tiny shops, drives along the coast, recipes and I found a book to stay up all night for.
Literally, all night and it was a good thing or I would have had to jump in the car and race to the store and shop and then come home and make dinner all over again. I could taste and smell this book as I read! It makes me want to try foods I have never eaten before (hare for one!) and try and talk my husband into our next vacation to Italy a lot sooner than we planned. The Marcella Hazen intros to each chapter are a real treat and surprise, she is my goddess (after my own Calabrese grandmother and mother, of course).
I also learned some great Italian phrases that you just will not pick up in any language course! Fresh pasta for dinner tonight- I am thinking figs with prosciutto to start, then carbonnara, a nice clean endive salad to cleanse the palate and mixed berries with biscotti and a vin santo on the porch to relax! OMG buku ini gw baca sambil meneteskan air liur makanannya sungguh menggiurkan ga terlalu peduli sama ceritanya, sungguh funny tough, Tomassi yang berpura2 jadi koki, padahal ngandelin Bruno tapi yang paling penting adalah makanan-makanan astagaa. Pas Bruno bertualang dan menyicip banyak makanan di sepanjang perjalanannya aduh bahkan cerita tentang cuka balsamic aja menggoda iman nah kan gw mulai ngiler lagi.
Menarik juga melihat tingkah sang pemilik restoran sekaligus chef kepala yang arogan tapi memang OMG buku ini gw baca sambil meneteskan air liur makanannya sungguh menggiurkan ga terlalu peduli sama ceritanya, sungguh funny tough, Tomassi yang berpura2 jadi koki, padahal ngandelin Bruno tapi yang paling penting adalah makanan-makanan astagaa. Pas Bruno bertualang dan menyicip banyak makanan di sepanjang perjalanannya aduh bahkan cerita tentang cuka balsamic aja menggoda iman nah kan gw mulai ngiler lagi. Menarik juga melihat tingkah sang pemilik restoran sekaligus chef kepala yang arogan tapi memang begitu kali ya, soalnya banyak dengar cerita2 kalo chef kaliber top seperti itu memang milih-milih pelanggan bahkan ati-ati aja makan di restorannya biasa kan orang indonesia, suka minta saos tomatlah, saos sambal-lah. Siap-siap aja ditendang keluar sama chef-nya hahaha.
First,it's a juicy love story. Second, it's an interesting off-beat tour of Italy. Third, and most important to me, it reveals once and for all that haute cuisine is not an exclusive property of the French Very Italian, very gourmet, very funny, very sexy. Witty, satirical in places, sad in other places, but ultimately satisfying, Capella has captured personalities with style and precision. It is a joy for any reader who loves food to read about the dishes that Bruno creates.
This was a yummy bo First,it's a juicy love story. Second, it's an interesting off-beat tour of Italy. Third, and most important to me, it reveals once and for all that haute cuisine is not an exclusive property of the French Very Italian, very gourmet, very funny, very sexy. Witty, satirical in places, sad in other places, but ultimately satisfying, Capella has captured personalities with style and precision. It is a joy for any reader who loves food to read about the dishes that Bruno creates. This was a yummy book because of the delicacies and because of the love story. Review: Ada yang ingin kumasak malam ini - Resep Cinta Ambil satu gadis Amerika dengan kulit berwarna madu dan bintik-bintik seperti bubuk cabe berwarna orange-kemerahan di pundaknya.
Isi dia dengan aneka rasa, dengan basil, tomat, kenari, dan peterseli. Hangatkan dia perlahan-lahan dengan tanganmu selama beberapa jam, balik sekali-sekali, dan hidangkan bersama wine dan tawa, langsung dari piring. tapi sayangnya salah satu bahan tidak ada. Mungkin besok review: Ada yang ingin kumasak malam ini - Resep Cinta Ambil satu gadis Amerika dengan kulit berwarna madu dan bintik-bintik seperti bubuk cabe berwarna orange-kemerahan di pundaknya.
Isi dia dengan aneka rasa, dengan basil, tomat, kenari, dan peterseli. Hangatkan dia perlahan-lahan dengan tanganmu selama beberapa jam, balik sekali-sekali, dan hidangkan bersama wine dan tawa, langsung dari piring. tapi sayangnya salah satu bahan tidak ada. Mungkin besok? Awwwww gombalnya romantis banget sih, kayak gitu ya kalau orang pinter masak minta maaf terus ngajak kencan?:p.
Cerita cinta buku ini simple banget, cinta segi tiga, yang membuat berbeda dan menarik adalah masakan Italia yang sangat kental, yang dijamin bikin perut pembaca buku ini berbunyi nyaring:D. Singkat cerita, Laura adalah mahasiswi asal Amerika yang katakanlah sedang study banding ke Roma, dia adalah gadis cantik yang menarik, yang gampang sekali mendapatkan teman kencan. Dia menganggap lelaki Roma terlalu gombal dan sering menyakiti hati para perempuan, makanya dia kapok kencan sama orang Italia. Dia akan kencan dengan orang Italia asalkan lelaki tersebut pintar masak. Perkataannya itu tidak sengaja didengar oleh Tommaso, yang waktu itu posisinya tidak jauh dari Laura yang sedang memesan kopi, dia tertarik dengan Laura karena kecantikannya dan mendengar perkataannya tersebut dia merasa tertantang.
Tommaso adalah cowok tampan playboy yang menyimpan koleksi foto mantan pacarnya di balik lemari. Dia mulai melancarkan pendekatan dan mengaku pada Laura kalau dia adalah seorang chef, kenyataannya dia adalah pelayan restoran, pelayan pemula, bahkan tukang cuci piring bisa memerintahnya.
Tommaso meminta pertolongan pada sahabatnya, Bruno yang merupakan seorang patissier di Templi, tempat kerja mereka, sebuah restoran yang cukup berkelas di Roma. Tomasso tahu kemampuan Bruno lebih dari siapa pun, Bruno adalah ahli masak yang sebenarnya mempunyai bakat yang hebat, Templi membuat bakatnya tidak terlihat karena otoriter dari para chef di sana. Karena merasa berhutang budi dengan Tomasso, Bruno pun mendukung rencana sahabatnya, dia pun mau saja bertukar posisi dengan Tomasso, ketika sedang berada dengan Laura, Tomasso berkata kalau Bruno adalah chef pemula dan dia sedang mengajarinya, padahal semua masakan yang membuat Laura jatuh cinta dengan Tomasso adalah buatan Bruno. Laura jatuh cinta pada orang yang salah.
'Kalau ingin seseorang jatuh cinta padamu, kau harus memasakkan untuknya sesuatu yang memperlihatkan bahwa kau mengenal jiwanya.' Bruno sendiri sebelumnya pernah bertemu dengan Laura dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia sangat kaget sewaktu diperkenalkan dengan Laura, orang yang dipujanya ternyata ditaksir sahabatnya sendiri. Bruno tidak tampan seperti Tommaso, badannya pendek gemuk dan cangung, dia pemalu, dan dia langsung rendah diri ketika membuat pernyataan kepada Laura kalau sebelumnya mereka pernah bertemu tapi Laura tidak ingat sama sekali. Bruno tahu dia adalah tipe cowok yang tidak akan dikencani Laura, dia hanya bisa menyimpan perasaannya dan mengungkapkannya lewat masakan yang pura-pura Tommaso buat untuknya. Hanya di dapurlah dia bisa bebas, bisa lepas tanpa ada kecangungan sedikit pun.
Di hatinya, perasaan bahagia dan sedih campur aduk jadi satu, bagaikan putih dan kuning telur yang dikocok untuk membuat omelet. Rasa pedih karena tidak mendapatkan Laura untuk dirinya sendiri diimbangi rasa gembira karena ia bisa memasak untuk Laura, sampai ia sendiri tidak tahu di mana rasa sedih berakhir dan rasa bahagia bermula. Saya suka cerita cintanya, di awal saya kira Tommaso adalah pemeran utama buku ini, salah satu pemeran utamanya lah, tapi lama-kelamaan kok sebel banget sama tingkahnya. Sok banget, dia beneran playboy tulen, sewaktu sudah cukup menjalin hubungan dengan Laura, dia merasa bosan dan memikirkan cara untuk mengakhiri hubungan mereka padahal di saat yang bersamaan Laura jatuh cinta setengah mati pada masakan nya dan Bruno hanya bisa memandang Laura dengan hati teriris-iris. Barulah dipertengahan buku saya berempati sama Bruno, dia benar-benar cinta dengan dunianya, sangat ahli di dapur dan semaksimal mungkin bisa memanjakan lidah Laura, sampai-sampai membuat berat badan Laura bertambah karena Laura sering meminta Tomasso memasakkan untuknya dan Bruno ingin Laura bisa merasakan berbagai macam masakan Italia yang belum pernah dia coba. Pengorbanan Bruno romantis banget. Dan rasanya sedih banget sewaktu dia menjual semua pisaunya dan memilih lari ke pedesaan sewaktu hatinya hancur karena ditolak oleh dua orang yang sangat berarti untuknya.
Bagian yang kurang saya suka adalah alur yang dipakai penulis, terlalu cepat dan saya cukup keteteran untuk mengikutinya, sering lost sama ceritanya, tiba-tiba saja sudah sampai dibagian lain, terjemahannya juga ada beberapa yang susah saya mengerti. Kedua adalah, alasan inilah kenapa saya memilih buku ini masuk ke dalam Books I Want As Movies, saya tidak terlalu ahli di dapur, saya nggak bisa langsung tahu bumbu-bumbu yang penulis jabarkan dan yang lebih sulit lagi adalah jenis masakan Italia yang nggak tau wujudnya seperti apa tapi kok sepertinya enak banget, saya yakin buku ini akan wow kalau dinikmati secara visual, pengen nonton gimana gaya Bruno waktu beraksi di dapur dengan kecekatannya:). Sewaktu membaca buku ini, saja jadi teringat film Ratatouille, membayangkan Bruno sama seperti si tikus yang punya bakat menakjubkan di dapur. Kelebihannya, saya suka penulis memasukkan berbagai unsur masakan Italia di buku ini, cukup lengkap saya rasa walau nggak detail banget, ada juga beberapa kiasan tentang masakan yang kok cocok juga ya, daripada bingung seperti apa, saya tuliskan saja beberapa bagian tentang masakan di buku ini. Ada tiga macam restoran di Roma. Ada trattorie dan osterie lokal, yang sebagian besar hanya menghidangkan cucina Romana, masakan Roma. Itu tradisi yang berakar kuat pada bahan-bahan yang bisa diperoleh di pasar dan rumah jagal, tanpa satu bagian pun hewan disembelih terbuang cuma-cuma.
Dari ujung telingan sampai ujung ekor, ada resep yang tepat untuk semua bagian, diwariskan dari generasi ke generasi. Lalu ada cucina creativa, gaya masak yang mengambil tradisi di atas sebagai dasar dan bereksperimen dengan hal itu. Banyak orang Roma yang masih sangat curiga pada eksperimen semacam itu, belum lagi harganya yang lebih mahal.
Mereka sangat percaya piu se spenne, peggio se mangina - semakin mahal yang kaubayar, semakin tidak enak makanannya. Dan yang ketiga, cucina gourmet -campuran aneh bahasa Prancis dan Italia ini menunjukan konsep yang belum bisa diterima sepenuhnya di wilayah ini. Orang Roma suka makan enak, tapi sekaya apa pun dia, mungkin dia seumur hidup takkan pernah menginjakkan kaki di salah satu dari sedikit restoran berbintang Michelin yang berada di beberapa titik di Kota Abadi itu. Tapi adanya perusahaan-perusahaan besar Amerika dan Eropa, dengan kantor pusat wilayah Eropa mereka terletak tidak jauh dari sana, ditambah lagi arus gastro-tourist-wisatawan perut-kaya, berarti ada permintaan, kecil tapi berkelanjutan, akan gaya masak internasional, seperti bisa ditemukan di tempat-tempat lain di dunia.
Ternyata orang Roma sama aja dengan orang Indonesia kebanyakan ya, suka makan enak dengan harga murah.itu mah Sulis. XD. Pizza-nya dimasak gaya Roma: tipis dan garing, dilapis saus tomat segar, mozzarella, dan basil. Secara tradisional, waktu panggang untuk pizza Roma yang benar adalah lamanya si juru masak bisa menahan napas, dan lamanya pizza-pizza itu dipanggang di oven berbahan bakar kayu di depan restoran itu memang benar-benar tepat, sehingga bagian bawah pizza itu keras dan kering tapi sausnya masih berbentuk cairan kental. Delapan puluh lima persen cokelat di dunia dibuat dari biji kakao Forastero. Sekitar sepuluh persen terbuat dari biji Trinitario yang lebih bagus dan halus.
Dan kurang dari lima persen dibuat dari biji Criollo yang lebih beraroma dan jarang didapat, hanya bisa ditemukan di daerah-daerah terpencil Columbia dan Venezuela. Biji-biji jenis ini sangat dicari sehingga harganya, per kilogram, bisa sepuluh kali lebih tinggi daripada hasil bumi lain daerah itu, kokain.
Setelah difermentasi, dikapalkan, disangrai sebentar, dan akhirnya digiling menjadi bubuk berukuran lima belas mikro, biji itu kemudian dimasak dan dicetak menjadi batangan, yang serpihan kecilnya pun, bila ditaruh di lidah, akan menghamburkan wangi luar biasa ketika meleleh. 'Kau tak mungkin bisa membuat pasta yang baik dengan tangan yang dingin,' dia menjelaskan. 'Itu rahasianya.
Jadi aku makan banyak peperoncino. Tanganku jadi hangat.' Dan masih bayak lagi info tentang makanan baik makanan khas Roma, tips di dapur atau info tentang salah satu bumbu dapur, bahkan nama Indonesia ikut tenar loh di sini karena kopi Luwak, yap, Bruno pun mengakui keistemewaan kopi tersebut dan ada penjelasannya juga seperti asal mula cokelat di atas. Di bagian akhir juga ada beberapa resep masakan yang bisa dicontek. Warning, buku ini khusus untuk dewasa karena ada beberapa bagian yang vulgar walau tidak begitu eksplisit, bahkan penulis juga menghubungakan antara makanan dan seks, membuat kiasan yang itu tadi, kok cocok banget sih:p Ia tahu Benedetta sengaja memasak makanan-makanan yang dirancang untuk mengikat dirinya pada gadis itu. Selain truffle ada juga rabiola di bec, keju dari susu biri-biri yang sedang bunting, kaya dengan pheromone. Lalu ada diavolesi kecil pedas yang telah dijemur sampai kering.
Berpiring-piring jamur tumis dengan irisan amanita, makanan dewa yang katanya narkotik alami. Ia tidak peduli. Ia juga melakukan hal yang sama pada Benedetta: membuatkannya gelati istemewa dengan rasa saffron, serbuk sari sejenis tumbuhan yang bunganya ungu berbentuk lonceng; kue tar indah dari cokelat dan buah myrtle yang wangi; salad dari sejenis lumut dan bahkan biji buah ek dari hutan yang disukai gadis itu. Mereka bagaikan bermain game, berdasarkan pada apresiasi intim mereka terhadap rasa tubuh mereka masing-masing, sehingga makanan dan seks menjadi keharmonisan yang menyeluruh, dan hampir tidak mungkin memisahkan kapan makan berakhir dan seks bermula. Buku ini saya rekomendasikan bagi yang sedang mencari buku romance bertema kuliner, masakan Italia khususnya Roma, banyak banget info tentang dunia kuliner di buku ini yang cukup lengkap, yang pengen menjerat hati pasangannya dengan makanan, yang pengen kencannya romatis, yang pengen hubunganya bertambah panas XD. 'Kurasa sulit, mengikuti resep.'
'Kadang-kadang ya, tapi jadi chef lebih daripada sekadar mencampur bahan-bahan.' Seperti apa?' Bruno ragu-ragu. 'Seperti perbedaan antara pianis dan komposer, ' katanya ragu-ragu. 'Pianis memang harus kreatif juga, tapi dia hanya corong orang yang memimpikan nada-nada menjadi hidup. Untuk jadi koki, cukup jadi pianis -pelaksana ide orang lain. Tapi untuk menjadi chef, kau harus jadi komposer juga.
Contohnya, semua resep yang akan kaumakan nanti malam resep tradisional Roma -tapi kalau kita hanya mengangkat kembali masa lalu, tanpa mencoba menambahkan sesuatu, resep itu akan berhenti menjadi tradisi yang hidup dan hanya akan menjadi sejarah, sesuatu yang mati. Resep-resep tersebut selalu disempurnakan dari abad ke abad, tapi hanya berkat orang-orang yang mencoba hal-hal baru, kombinasi-kombinasi baru, menolak yang tidak sesuai dan meneruskan yang sesuai. Jadi kita berutang pada chef zaman dulu untuk meneruskan apa yang mereka lakukan, dan bereksperimen, bahkan seandainya kita berurusan dengan tradisi yang paling dianggap suci.'
'Ya, memasak memang mirip sihir. Jampi-jampi itu kan resep, sebetulnya.' 3.5 sayap untuk chef Bruno.
Anthony Capella was born in Uganda, Africa in 1962. He was educated at St Peter’s College, Oxford, where he graduated with a First in English Literature. The Food of Love, his first novel, was a Richard and Judy Summer Read in the UK. It has been translated into nineteen languages and has been optioned for the screen by Warner. His second novel, The Wedding Officer, was an international bestseller Anthony Capella was born in Uganda, Africa in 1962. He was educated at St Peter’s College, Oxford, where he graduated with a First in English Literature. The Food of Love, his first novel, was a Richard and Judy Summer Read in the UK.
It has been translated into nineteen languages and has been optioned for the screen by Warner. His second novel, The Wedding Officer, was an international bestseller and is being made into a film by New Line. His third novel The Various Flavours of Coffee will be released in the second half of 2008.